Salam semuanya …
Perkenankanlah saya untuk kembali menulis lagi dan sekarang saya ingin kembali membual tentang matematika dan kehidupan, yang sepertinya tulisan saya saat ini bisa saja dikaitkan dengan tulisan saya yang ini.
Bagi rekan rekan yang pernah kenal dengan logika (apalagi rekan-rekan yang bergelut bidang komputer) tentu akrab dengan yang namanya implikasi (jika – maka) dan biimplikasi (jika dan hanya jika). Tetapi tidak ada salahnya jika saya (seperti biasa) mengajak rekan-rekan untuk mengingat kembali tentang implikasi dan biimplikasi.
******Implikasi dan biimplikasi******
[Bagian ini bisa dilewati bagi yang masih ingat tentang implikasi dan biimplikasi]
Implikasi
Implikasi diwujudkan dengan pernyataan “jika-maka” atau juga “if-then“.
Implikasi adalah suatu pernyataan logika yang hanya akan bernilai salah ketika sebab (atau antiseden) bernilai benar DAN akibat (atau konsekuen) bernilai salah (ingat ada kata “DAN” lho ya). Untuk lebih jelasnya kita lihat tabel kebenaran berikut:
Tetapi kita harus ingat kalau “jika A maka B” tidak sama dengan “jika B maka A” karena alur implikasi hanyalah berjalan satu arah saja.
Contoh:
“Jika lampu merah menyala maka kendaraan bermotor akan berhenti”
Hal berikut tidak akan sama (secara umum) dengan pernyataan tersebut di atas:
“Jika kendaraan bermotor berhenti maka lampu merah menyala”
Lha coba kalau kendaraan berhenti karena ban-nya kempes, apa lantas lampu merahnya menyala? Saya rasa tidak, jika hal tsb terjadi maka saya rasa hanya kebetulan belaka
Biimplikasi
Biimplikasi diwujudkan dengan istilah “jika dan hanya jika” atau “iff” alias “if and only if“. Secara gampangnya biimplikasi adalah sepasang implikasi dari arah yang berlawanan, jadi untuk biimplikasi nilai kebenaran tidak akan berubah walau kita mengubah arahnya. Biimplikasi akan bernilai benar selama kedua “pihak” memiliki nilai kebenaran yang sama (sama-sama benar atau sama-sama salah).
Tabel kebenaran:
Berbeda dengan implikasi yang hanya berjalan satu arah, biimplikasi memiliki alur perjalanan dua arah sehingga akan berlaku “A jika dan hanya jika B” bernilai sama dengan “B jika dan hanya jika A”.
***** Implikasi-biimplikasi dalam kehidupan*****
OK, sekarang saya akan mengaitkan konsep implikasi dan biimplikasi tersebut dalam konteks kehidupan (bernegara?). Seperti saya sebutkan di awal tulisan ini, mungkin tulisan saya kali ini bisa dikaitkan dengan tulisan saya tentang matematika dan berserikat, tapi sebenarnya tulisan ini bersifat general kok.
Seperti biasa hal terpenting dalam bualan saya selama ini adalah definisi karena saya mencoba menggabungkan dua domain yang berbeda (yaitu matematika dan kehidupan), jadi pendefinisian merupakan hal utama sebelum pembahasan lebih lanjut. Kali ini saya akan mendefinisikan makna nilai kebenaran dari implikasi (maupun biimplikasi).
Implikasi dalam kehidupan:
Untuk saat ini saya mendefinisikan “benar” pada P (yaitu bagian sebab alias antiseden) sebagai “memberi perintah” dan “benar” pada Q (yaitu akibat atau konsekuen) sebagai “menjalankan perintah”. Untuk nilai “salah” saya definisikan sebaliknya. Dan berikut tabel kebenaran dari implikasi versi baru (silakan kalau mau diklik supaya terlihat lebih jelas, gratis kok ):
Dalam kehidupan (apalagi dalam berserikat) kita tentu tidak akan lepas dari suatu proses pemberian DAN penerimaan keputusan atau perintah atau pendapat atau lainnya (tetapi dalam tabel baru saya sengaja memilih “perintah” yang secara sepihak bisa saya anggap mirip dengan “keinginan”). Apa maksud tabel kebenaran tsb?
Sebagai contoh mari kita lihat pada bagian data di baris kedua. Seperti bisa kita lihat pada tabel kebenaran kalau pada baris kedua implikasi bernilai salah karena bagian “sebab” bernilai “benar” DAN bagian “akibat” bernilai “salah”. Apa artinya jika kita kaitkan dalam kehidupan nyata?
Artinya adalah kita akan divonis salah alias melanggar peraturan jika kita tidak melaksanakan perintah para “atasan” !!!
Selain itu, seperti sudah saya sebutkan di awal bahwa implikasi hanya “berjalan” satu arah dan begitu juga jika kita kaitkan dengan kehidupan nyata dimana “bawahan” tidak bisa memberi perintah (atau menuntut pemenuhan keinginannya) kepada “atasan”. Dan jika boleh saya mengaitkannya dengan kehidupan bernegara (kita), sepertinya sampai saat ini rakyat juga masih berada di pihak “bawahan” yang selalu diinjak-injak dan disuruh untuk memenuhi kebutuhan para “atasan” dan akan selalu berada pada posisi rugi jika tidak menuruti “perintah” para “atasan”. Lalu dimanakah letak nilai-nilai demokrasi yang konon kabarnya “pemerintahan itu dari, oleh dan UNTUK rakyat”?.
Biimplikasi dalam kehidupan:
Untuk biimplikasi saya rasa lebih sederhana dalam mengaitkannya ke konteks kehidupan keseharian kita. Seperti telah kita ketahui bersama kalau biimplikasi hanya akan bernilai benar jika kedua belah “pihak” memiliki nilai kebenaran yang sama, jadi biimplikasi dalam kehidupan akan tercapai ketika kedua belah pihak memiliki “kekuatan” yang sama. Dalam hal ini tidak masalah jika tetap ada pihak yang memimpin-mengatur dan pihak yang dipimpin-diatur, tetapi yang lebih penting adalah adanya kekuatan dan hak dari pihak yang diatur-dipimpin untuk memberikan penolakan atas keputusan pihak pemimpin-pengatur. Kalau dalam pelajaran PMP atau PPKn yang sepertinya selalu hanya sebatas teori saja tanpa ada pengamalan yang nyata hal ini disebut sebagai MUFAKAT, sama-sama setuju dan sama-sama untung maupun rugi.
Oleh karena itu inilah saatnya kita merubah keadaan, sekarang mari kita wujudkan adanya biimplikasi dalam kehidupan kita ini. Mari kita jadikan diri kita sebagai pihak yang memiliki bargaining position dan bargaining power yang kuat supaya kita tidak hanya menurut apa perintah “atasan” saja. Salah satu cara pertama dari upaya tsb adalah mari kita tingkatkan dan tunjukkan kualitas diri kita, dengan kualitas diri yang bagus tentu (harapannya) kita akan semakin dianggap dan diakui.
Belajar yang rajin ya nak. Ngeblog boleh tapi jangan lupa kerjakan tugas sekolah, kuliah, skripsi, TA, thesis– *sambil lirik Arul, Arya, Anto dan diri sendiri*
Memang sich, ada kenyataan pahit yang harus kita hadapi di negara kita ini karena di negara kita sepertinya kebijakan lebih berpihak pada “kulit” yang berupa status. Di negara kita ini sepertinya lembar-lembar ijazah masih jauh lebih berharga dari kecakapan pikiran dan tenaga, bahkan yang lebih parah negara kita juga lebih menghargai wajah-wajah asing (baca: expatriat) yang pada kenyataannya seringkali kemampuan mereka tidak lebih baik dari kemampuan putra bangsa. Lha koneksi hilang gara-gara wireless tidak dinyalakan kok malahan menyalahkan network
Tetapi sulit itu bukan berarti tidak mungkin kan? *meminjam perkataan Alex*
Omong-omong biimplikasi dalan konteks kenegaraan seperti apa ya? Sepertinya hal ini lebih mudah dicapai, jika wakil-wakil kita di DPR sana benar-benar mewakili aspirasi kita maka dijamin akan terwujudlah biimplikasi dalam kehidupan kenegaraan kita. Lalu bagaimana caranya? Jangan-jangan seperti yang dikatakan Slank … “100 tahun lagi mungkin”
*scroll up*
Busyet … mentang-mentang lama tidak nulis, sekalinya datang langsung panjang begini.
*cuek*
bisa nyalip chika ga yah
deking tulisanmu iki kok buat aku nginget pelajaran pertama logika pada saat kuliah yah.. n pelajaran yang paleng bikin aku mumet
😆
sebenernya idealnya sih kayak gitu, tapi ada kan hal “lain-lain” dalam kesempitan yang membuat semuanya berubah
aduh bang, saya baru baca paragraf pertama aja udah pusing. saya bacanya nyicil aja dulu ya… = =!
*tendang almas yang ngambil podium pertama* 👿
“bahkan yang lebih parah negara kita juga lebih menghargai
wajah-wajah asing (baca: expatriat) yang pada
kenyataannya seringkali kemampuan mereka tidak lebih baik
dari kemampuan putra bangsa.”
Saya merasakan dan juga mengalami untuk yang ini…apa sebabnya ya..?
Untuk bagian tulisan yang laen membuat saya harus membeli panadol lagi… 🙂
Setuju banget Pak! Perubahan harus diwujudkan dan harus dimulai secara personal, dari diri sendiri. Sayangnya, kita masih terkendala secara kultural, bukan semata-mata hambatan struktural. Masih banyak di antara kita yang menilai seseorang dari tampilan. Dengar saja ketika orang ngomong: Yang bener kan, jangan lihat siapa yang berbicara, tetapi dengarkan apa katanya. Tapi secara kultural kita masih berpandangan sebalinya. Jangan dengarkan apa katanya, tetapi lihat siapa orangnya. Wah repot juga, ya, Pak!
Agaknya *waduh saya sangat awam nih soal matematik * implikasi dan biimplikasi ini agaknya juga erat kaitannya dengan silogisme sebagai salah satu cara berpikir secara logis, ya, Pak. Dalam berdemokrasi, agaknya berpikir secara biimplikatif lebih cocok diterapkan ketimbang implikatif.
Maaf, Pak, kalau salah.
Kepareng rumiyin, matur nuwun.
ilmu logika.. andai saja lebih banyak lagi orang yg mengerti ilmu ini.. 🙂
mantap 🙂
moga semua bisa menerapkan biimplikasi dalam hidup…
yuk mari…. 🙂
walah.. mau tidur jadi mumet …
letaknya di UUD 45 pasal 1 ayat 2, tapi diwakili sama MPR/DPR… sama aje bo’ong dong… 😛
mangkanya banyak pejabat beli ijasah palsu..dan yup warna kulit selalu jadi bahan pertimbangan.. realita yang pahit
hetrixxx sebelum molor… hehehe
artikel apa ini? sangat menyesatkan.
👿
*itu link skripsi kenapa dilempar ke aku? hah?Hah?!HAH!?
sepertinya saya nggak akan lulus matakuliah ini
wah matematika banget
Selamat kembali berkiprah di planet maya. Sekalinya kembali di planet maya langsung dihadapkan pada masalah boolean/logic huehehehe…. 😀
simple logic in our life . . . . .
pejabat-pejabat ntu harusnye diajarin teori implikasi ma biimplikasi pak. haha….
Request contoh untuk biimplikasi yang seperti lampu merah itu dunk, saya ga terlalu ngerti
________________________________
jadi ingat Goenawan Muhammad :
” …di negara yang malang, seseorang yang memilih menjadi manusia akan tampak seperti malaikat… ”
untuk biimplikasi dalam kehidupan dan bernegara, sangat setuju dan benar “sulit itu, bukan berarti tidak mungkin”
yang penting mencoba dan belajar, seperti belajar matematik dari blog ini…
________________________________
dezzigghh, minta ijin pingsan di depan monitor 😀
welkam bek……
iya….. belajar yang rajin… 👿
atasanku ga gitu deh…
He he, bingung om matematikanya 😀
Namun ada sebuah hal
Itu betul, karena yang mengatur-ngatur itu kadang bisa salah juga to dan kadang ada juga yang tendensius.
nganu mas.. gini loh
klo bangsa asing itu lebih dihargai jelas karena mereka lebih cakap dalam berbahasa “asing” :D:D itu yang kebanyakan kurang dari bangsa sendiri . ..
btw,, Saya gnga pernah suka sama implikasi,biimplikasi, invers dan sebagai nya itu
Kalo XOR apa padanannya dalam kehidupan suhu ? *sambil menjura*
duh, kalo main ke blog ini, bawaan neng kok serasa jadi orang paling oon ya?
apa ini gara-gara waktu smu neng kebanyakan jahilin guru matematika neng ya? hiks….
wahahaha, inget kuliah perancangan digital….
seharusnya “diberi perintah dan melaksanakan perintah dengan benar tidak dihukum selama perintah yang diberikan tidak salah” ???
if B1=”true” and B2=”true”
then
B1 and B2 = “true”
opo maneh iki.
1 koment + 1 koment + 1 koment = hetriks
serasa di kampus ni
Saya sudah 3 kali bolak-balik baca postingan ini, tapi sampe sekarang belum tahu mau komen apa..
Hmm.. Kalo masuk sini saya serasa monyet di hadapan Zarathustra.. 😛
kan ada Undang undang begini :
Pasal 1
Atasan selalu benar
Pasal 2
Jika atasan salah lihat pasal 1
ngambil rumus darimana sih mas? **bingung mode ON**
-Ade-
lha, bingung banget. engga ngerti.
di baca ulang2 pun tetap saja ga ngerti.
tapi cuma satu yang ketangkep..
sulit itu bukan berarti ga bisa.
betul.
yang penting usaha.
nyambung ga ya 😕
alamak!!!
*buru2 pulang sebelum kena migren*
aih lupa…
rikwes bole ga ya
laenkali klu mati-matikan gini, bahasnya dicicil ja, pake episode (kaya tersanjung gitu), jadi ga sampe menimbulkan korban
trims atas perhatiannya
dari
yang duduls matimatikan
mulai lagi dech dengan matematikane 😛 😀
Dari seluruh kemungkinan-kemungkinan logika di-atas, dan setelah aku men-corat-coret flow-chart-nya 😈
aku menyimpul-kan kalau biimplikasi seperti ini adalah benar:
Hanya jika kita memiliki mau belajar, dan memiliki kemampuan, maka kita akan bisa menempat-kan status kita dalam posisi tawar-menawar yang mumpuni 😉
Btw, ndak sia-sia Dashboard-nya di jedut-jedut, dan di-pandangi dengan kosong, sekali-nya bisa nge-posting keren seperti ini 😆
[…] sista, rekan seperjuangan, mas-mas, dan semuanya yang pernah kenal […]
Almascatie:
Tidak tahu ya Oom … kira2 yang membuat perubahan itu hal “lain-lain” dalam kesempitan atau al “lain-lain” dalam kesempatan
Sepertinya perubahan tsb lebih sebagai imbas dari adanya kesempatan yang dimiliki beliau2 para pengubah tsb
cK:
Ya dicicil tidak apa2 kok, asal angsurannya lancar
Regsa:
Iya … apa sebabnya ya?
Sawali Tuhusetya:
Jangan2 kedua aspek tsb saling bersahabat ya Pak. Siapa tahu kultur2 yang kita miliki merupakan produk dari struktur yang ada.
Benar Pak, implikasi merupakan akar dari silogisme.
Hehehe secara teori memang begitu Pak, makanya dulu waktu saya masih sekolah selalu dijejali istilah “musyawarah untuk mufakat”. Mufakat kan kesepakatan yang berarti juga biimplikasi, benar tidak Pak?
warnetubuntu:
Iya Bang … kabarnya laki2 memiliki sembilan rasio (yang mungkin bisa dianalogikan dengan 9 logika) dan 1 emosi … tapi pada kenyataannya ya sama saja dengan wanita yang konon memiliki banyak emosi dan rasio yang berkebalikan dengan laki2
Brainstorm:
Hahahaha benar juga bro 😀
Kira2 beliau2 tsb mau atau tidak ya jika digaji dengan uang palsu atau malahan uang foto kopian
Antobilang:
Eh itu nge-link ke tempatmu ya Nto? Wah ga nyadar aku, tapi sudah males edit hehehehe
Bedh:
Lulus kok … santai saja *sambil minta uang*
Anang:
Hehehe seperti biasanya Mas
Yari NK:
Terima kasih atas sambutannya Pak Yari 😀
Bachtiar:
Simple logic tapi pelaksanaannya tidak simpel
Goop:
Lalu yang memilih untuk menjadi malaikat gimana nasibnya ya Uncle?
Boleh pingsan di sini asal bayar sewa kapling hehehehe
itikkecil:
Ngeblog dunk … jangan belajar terus 😈
Caplang:
Iya, saya memang tidak seperti itu kok …
Hlooo??? Memang saya atasannya bro Caplang? Ngawur…
*ditabrak pakai Thunder*
Sigid:
Nobody’s perfect ya Oom
Funkshit:
Tapi kalau misalnya rekanan dan customer yang bersentuhan langsung justru tidak bisa bahasa asing bagaimana Oom? Bukannya kelebihan tsb malahan akhirnya jadi hambatan 😀
Danalingga:
Kalau XOR itu menunjukkan adanya miskomunikasi dan kesalahpahaman Oom. Lha masak tidak pernah sependapat dan sejalan hehehe
Mataharicinta:
Hehehehe maaf ya Neng, sudah kebiasaan nich
Ndarualqaz:
Iya kemarin rencana mau seperti itu Oom, tapi malas ngutak atik algoritmanya hehehehe
*tendang Ndaru sampai Mahanan karena hetriks*
Marebangun:
Lha sekarang blogosphere itu sudah memiliki nuansa yang beraneka rupa, mulai dari pasar sampai tempat ibadah hehehe
qzink:
Emang Zarathustra punya monyet bro?
Kangguru:
Wah terima kasih banget Kang guru Wahyu mampir sini … silakan Kang
Bagaimana kalau ditambah 1 pasal lagi Kang?
Pasal 3: “Jika Pasal 2 digunakan sampai 3x maka atasan dioecat”
Sayap KU:
Ngambil dari mana2 Mbak hehehehe
eMina:
Mbak, kapan scan dan upload The Bartimaeus Trilogy?
*tetep usaha*
Tuch kan tetep nyambung
dengan masalah buku The Bartimaeus TrilogyOrdinary:
Terima kasih saudari May, usul Anda akan kami tampung …
Hanya ditampung lho ya, belum tentu direalisasikan hehehe
Dobelden:
Hehehe kembali ke menu lama Oom 😀
Extremusmilitis:
Dan kemampuan itu dicapai dari adanya usaha belajar kan bro
thank’s << karena reinkarnasi masih belum pasti:
Halah…kurang kerjaan. Trékbék dari Celo kok ya ditanggapi di komentar hehehe
deKing yang katanya sudah tidak hiatus lagi:
Terima kasih saudara deKing karena akhirnya Anda kembali bisa menanggapi komentar2 dari rekan-rekan semua …
*halah … semakin ngawur saja *
njist ribet banget sih…….
pusing mikirne huhuhuhuhuhu
(nyolek sebelah….psst dosen yang ini galak nggak sih?)
cuek ah….
sebelumnya maaf yah kalo salah huhuhuu jadi takut….
jadi atasan atau pimpinan yang berada di kondisi (saya sebut kondisi karna tidak tau nyebutinnya itu apa 🙂 ) implikasi adalah pemimpin yang diambil dr luar modulo (yaitu bilangan selain 01234 yang ada di dalam bilangan modulo 5) pemimpin tersebut akan selalu bersifat memaksakan keinginan dgn satu arah, maka rakyat sebagai bawahan akan selalu diinjak-injak karna kentingan yang ada berada diluar kepentingan bilangan yang habis di bagi 5.
jika pemimpin atau atasan diambil dari bagian bilangan yang habis di bagi 5 maka kehidupan bermasyarakat dan berserikat akan terwakilkan oleh salah satu **(mod 5) yang di tunjuk menjadi pemimpin atau atasan. atasan tersebut akan memajukan kepentingan bersama (modulo) sehingga rakyat dan bawahan memiliki tujuan yang sama dalam hidup bernegara.
njist bener nggak yah? huhuhuhuhuhu
cuek ah
(pasukan berani malu….maju terussss)
jadi maksud pakle, pakle mendukung pemilihan pemimpin secara langsung? apa paklek yakin kita rakyat yang banyak ini dapat terwakili di dalam satu modulo?
oups saya lalai membaca alinea terakhir ternyata paklek percaya dengan DPR.
psst …… kalo saya salah jangan dimarahin yah, saya waktu sekolah cuma jurusan IPS jadi harap di maklumi.
•pasang tampang sepolos2nya biar nggak dimarahin
Lama sekali dirimu menghilang .. sambil ngantuk2 abang menunggu .. zzz .. eh, waktu bangun, ternyata dirimu sudah muncul kembali dengan tetap gaya lamamu itu ..
Pa kabar?? sudah selesai tesis nya atau sedang rehat bentar, buat melepas penat?? oya .. sudah baca balasan abang pada komentar mu di postingan SATU??
Abang justru tertarik dengan baris ke tiga. Atasan tidak memberi perintah koq anak buah menjalankan perintah trus ga dihukum?? Jika anak buah menjalankan sesuatu tanpa perintah kemudian terjadi akibat yang fatal .. yang salah siapa? apakah tidak diberi hukuman??
biimplikasi ya… sip-sip.
hmmm… jadinya biimplikasi lebih egaliter ya? 😀
wakakakakak
ternyata alinea terakhir itu bukan pernyataan yah?
itu jawabannya huhuhuhu baru nyadar.
saya baru sedikit mengerti tentang modulo itu sekarang
hasil dari pembagian 5 itu memiliki visi yang diwakilkan oleh bagian dari karakter tersebut di dalam DPR
jadi sebagai penemu bilangan yangmemiliki kesadaran berpancasila seharusnya kita dapat mengalahkan (untuk kata ini mungkin saya akan cari lagi kata penggantinya) bilangan-bilangan tadi.
huhuhu baru ngerti knapa DPR jadi jawabannya.
tapi kok seperti terlalu ideal yah paklek?
mungkin benar juga 100 tahun lagi kali yah…huhuhuhuhuhuhu
tapi ngomong2 modulo itu anak mana yah?
hmmmmmmmmmmm
bodo ah ………..
dah ngantuk…………
matimatika sialan bikin nggak bisa tidur aja.
mas implikasinya ada yang salah tuh…
yang contoh atasan bawahan….
setau saya, pekerjaan nggak sepasti itu….
ntar aja yak aku tulis lagi,…
udah telat masuk kelas nih….
*lari sambil logout*
Halahh… Bagaimana pula tidak akan ingat dengan pelajaran matematika yang satu ini? Kenal sejak bangku SMP, tapi didalami saat duduk di bangku SMA. Tapi ndak pernah diterapin waktu menggeluti komputer, soalnya cuma hobi jaringan dan game 😆
Ini kan pelajaran yang ‘sedikit lebih mudah’ dari sub-sub matematika lainnya
Dalam kehidupan paling mudah diterapin. Contohnya ya waktu flirting di SMA dulu:
JIKA si dia pipinya merah semu MAKA kemungkinan besar dia mau
*halahh…. 😆 *
Betewe, penerapan matematika begini jadi ingat ujar-ujar seorang filsuf (tapi lupa namanya): Matematika adalah filsafat yang lebih dewasa. Sedangkan logika adalah masa kecil dari matematika 🙄
@Almascatie
Kayaknya almas pengalaman nih… jangan2 kamu mantan anggota dpr… betuu..l ?
@deKing
Setiap mengingat logika imlikasi ini saya jadi teringat gerbang2 dasar digital : and, or, not, nand, nor, xor, dan xnor.
Pertanyaan :
Kenapa logika implikasi ini tidak menjadi gerbang dasar pada sistem digital ya pak ?
Masalahnya di negara tercinta ini asal punya kendaraan, kita bisa jadi ‘atasan’… 😆
ada banyak orang gila dalam berbagai hal. anda gila matematika…hihihihihihi
kalo yang ini saya mengalaminya sendiri, nampak jelas kualitas bangsa ini, nurut tur manut apa kata atasan, nggak peduli logika dan nggak peduli nilai moral bahkan nilai-nilai religius sekalipun, sudah kembali ke perut.
Jadi mau kemana? inilah negeri ini, bangsa kita, pemimpin kita, sulit lepas dari mereka, karena kitalah sesungguhnya bangsa penjilat itu
ngelu, indonesia kalah, tersisih
*nangis guling2*
Bedh:
Weitss…keren. Ternyata Bedh menggabungkan isi kedua postingan saya ya.
Setuju Oom …
*jabat tangan … minta duit*
Erander:
Saya sudah baca tanggapan komentar Bang Erander …
Oh ya Bang, terima kasih atas kejelian Bang Erander. Saya lupa memberikan asumsi … saya lupa hanya memberikan definisi saja tanpa asumsi.
Sebenarnya pada tulisan saya tsb saya asumsikan hasil yang diraih (dikerjakan) oleh bawahan adalah hasil yang “positif”
Lha pada baris 1 saja sangat mungkin bawahan disalahkan, yaitu ketika dia melaksanakan perintah tapi hasilnya “negatif”.
Terima kasih atas ketelitiannya Bang 😉
Alief:
Sip tapi susah Pak
Tito:
Setuju Bung … ya egaliter adalah istilah yang bagus
Bedh:
Eh tapi penggabungan Bedh atas konteks modulo dan biimplikasi ini keren lho …
*jabat tangan*
Oh ya…modulo itu anak selatan terminal
cLover:
Hohohoho setuju C kalau pekerjaan tidak sepasti itu. Tapi kadang kala kita bisa menarik kesimpulan berdasarkan generalisasi yang agak kasar.
Ditunggu postingannya lho C 😉
Alex:
MAu apa bro? Mau nampar kah? Kadang kalau marah juga pipi bersemu merah hehehehe
Herianto:
Mungkin karena implikasi bukanlah logika dasar Pak. Kalau dalam Fisika kita tau ada dua besaran yaitu besaran pokok dan besaran turunan. Nach menurut saya implikasi dan biimplikasi termasuk besaran turunan karena kemunculan mereka diturunkan dari konjungsi dan negasi.
Rozenesia:
Iya hehehe dan kendaraan tsb membutuhkan uang …
cewektulenkebangetan:
Kalau Senja gila apa? hehehe
Peyek:
Iya ya Cak … sepertinya bangsa kita tetap berhenti pada level dasar piramida kebutuhan versi Maslow … kita hanya mentok pada pemenuhan kebutuhan biologis dan fisiologis saja …
@deKing van de hiatus
Bukankah XOR dan XNOR sepertinya halnya juga NAND NOR juga bukan logika dasar, tetapi turunan dari AND, OR, NOT..
Assalamu’alaikum. salam kenal..Salut buat k Deking, banyak bgt artikel tntang matematikanya. Klu gitu mo nanya nih, kenal g sama algoritma genetika?. tlg jelasin dikit ya..(bnyk jg g pa2, he2..)
Bener Pak, panjang banget. Scroll di browser saya ampe kecil begitu…
*scroll down*
Eh, maaf ternyata yang panjang komentarnya, hehe… 🙂
*malu*
Terima kasih infi contoh implikasi dan bi implikasi dalam kehidupan sehari-hari…… terutama tebel implikasinya sangat membantu dalam menjelaskan ke mahasiswa saya…
Terima Kasih
Saya baru je berjinak-jinak nak join baca nu.Nampak macam best je ……insya’allah saya akan terus membacanya untuk mengisi waktu yang terluang.
waduh, nyambung sebagian , tapi terputus putus.
1 goresan 2 arti
dalam penarikan konklusi hal apa yang dapat kita ambil keputusan True Or False dalam biimplikasi ini……………?
[…] https://deking.wordpress.com/2007/12/05/implikasi-biimplikasi-kehidupan/ […]
[…] – http://drfadli.blogdetik.com/2010/04/24/materi-tentang-proposisi-catatan-dikelas/ – https://deking.wordpress.com/2007/12/05/implikasi-biimplikasi-kehidupan/ […]
[…] – http://drfadli.blogdetik.com/2010/04/24/materi-tentang-proposisi-catatan-dikelas/ – https://deking.wordpress.com/2007/12/05/implikasi-biimplikasi-kehidupan/ […]
[…] https://deking.wordpress.com/2007/12/05/implikasi-biimplikasi-kehidupan/ […]
[…] https://deking.wordpress.com/2007/12/05/implikasi-biimplikasi-kehidupan/ […]
[…] Implikasi-biimplikasi kehidupan … […]